Rabu, 03 Agustus 2011
Gondo Makan Kardus
Sungguh jenaka ulah Gondo. Kebiasaannya memakan kardus. Bukan kardus sembarangan, tapi kardus-kardus wangi yang berasal dari hotel-hotel berbintang dan restoran-restoran mewah. Kamu pasti belum pernah merasakannya, bukan? Ini benar-benar kardus istimewa dan berkelas.
Setahun yang lalu kebiasaan itu belum dilakukannya. Ketika itu ia masih seorang gelandangan kelas teri yang memakan sisa-sisa makanan dari tong sampah. Setiap pagi dan malam ia harus berebut dengan anjing-anjing liar bertaring runcing dan berlendir. Ia bertarung seperti di medan laga. Tak jarang tubuhnya babak belur tercabik-cabik. Darah menetes tak karuan di sela jari tangannya. Belum lagi saingannya sesama gembel kelas teri. Sikut sana sikut sini, gontok sana gontok sini, menjadi olahraga rutin.
Namun ia punya impian, meski tak layak disebut cita-cita. Kebiasaannya mencari makan di sekitar toko, membuatnya mengenal kehidupan lain yang jauh dari jangkauan. TV-TV dinyalakan di rak-rak toko elektronik. Membiusnya pada kehidupan yang disebut layak.
Gondo memanglah Gondo. Terlahir dengan tekad sekeras baja, dari mulut ibu yang mendesis dan auman anjing liar, entah siapa mereka. Impiannya membeku di jantung yang tak pernah di basuh. Sekali saja, ia ingin diperbolehkan masuk ke dalam mall seperti orang lain. Memanjakan mata, memanjakan keinginan.
Gondo memulai aksi untuk mewujudkan impiannya. Langkah pertama adalah misi mengelabui satpam. Tak ayal jemuran orang-orang perumahan raib saat sang pembantu lengah. Setidaknya sekarang ia sudah bisa tampil sekeren orang lain, begitu pikirnya. Tapi hidung satpam rupanya begitu mancung. Saat kakinya melewati pintu mall, ia mengendus-endus kemudian mengusirnya. Barulah ia sadar kalau ia telah lupa kapan terakhir kali mandi di kali keruh itu.
Esok tak ia ulang kesalahan sama. Satpam berhasil ia kelabui. Kemegahan mall membuatnya benar-benar takjub. Dengan keriangan tak tergambarkan, ia berkeliling memutari mall berkali-kali. Ia hirup udara wangi mall yang nikmat. Namun ada yang kurang. Ia tak membawa tentengan apapun, sementara orang-orang yang lewat di sekelilingnya menenteng tas-tas belanjaan, menjejal penuh barang.
Esoknya ia kembali membawa tas kresek hitam dan berlagak seperti orang baru belanja jutaan rupiah. Kresek itu ia jejali dengan koran-koran, sandal butut, dan apapun yang ia temukan saat di perjalanan tadi. Lengkap sudah penyamarannya, begitu pikir Gondo. Seperti bos besar, ditengoknya tiap etalase. Hingga ia sampai pada sumber wangi tak terkirakan.
Gondo berhenti tepat di jajaran roti dan kue-kue. Wanginya membuat kepayang. Kepalanya tiba-tiba pusing. Ia ingin, sangat ingin, mencicip saja wangi itu. Beruntung baginya, petugas cleaning servis tengah membersihkan tempat sampah di toko itu. Gondo masih mencium wangi semerbak itu, bahkan di tempat sampahnya. Tak tahan, ia aduk-aduk tempat sampah dan menemukan kardus-kardus wangi bekas bungkus kue. Ia makan kardus wangi dengan lahap. Tak dihiraukan petugas cleaning servis yang memanggil petugas keamanan.
Gondo tak lagi diperbolehkan memasuki mall. Tapi ia tak pernah lupa kenangan indah saat menemukan harta karun di dalamnya. Ia ketagihan. Dicarinya tempat sampah yang memiliki wangi sama. Ia menemukannya di belakang hotel dan restoran mewah.
Begitulah awalnya. Gondo kini bukan gelandangan biasa lagi. Ia telah terangkat derajatnya oleh kardus wangi itu. Ia lebih berkelas dari gelandangan manapun. Setidaknya makanannya tidak lagi sama dengan anjing***
Bekasi, 4 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

ups...!! kardus jadi makanan?? kayaknya orang ini turunan kudalumping nih.
BalasHapus